Kamis, 18 September 2008

menyoal nasoinalis baru

Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Beberapa tahun silam pendahulu-pendahulu Bangsa ini menggunakan rangkaian kata-kata heroik untuk menterjemahkan rasa nasionalisme, "Merdeka!" seolah menjadi sumpah serapah bagi bangsa penjajah yang menjejakkan kaki dan menelanjangi kebebasan mereka. Bukan hanya darah yang telah tertumpah di tanah ini, teks Sumpah Pemuda diatas tidak lantas muncul tanpa memeras otak dan mengesampingkan egoisme kedaerahan. Tahun 1928 teks tersebut tertuang dalam tulisan yang menjadi symbol persatuan kaum muda bangsa ini. Begitu lekat dengan nuansa nasionalisme dalam barisan kalimat tersebut.Tapi apa sebenarnya definisi dari Nasionalisme? Ernest Renan mengartikan nasionalisme sebagai paham dari sekelompok orang yang berkeinginan untuk bersatu dan merasa dirinya satu. Otto Bauer mengartikan nasionalisme sebagai persatuan perangai yang timbul karena adanya satu persatuan nasib. Gandhi mengartikan nasionalisme sebagai perikemanusiaan. Sedangkan Karl Haushoffer mengartikan nasionalisme sebagai geopolitik, yaitu persatuan antara orang dan tempat.
Begitu gamblang penjelasan rasa nasionalisme yang diberikan oleh tokoh-tokoh dunia tersebut. Nasionalisme bukanlah sesuatu yang kemudian akan hilang. Nasionalisme bukanlah sesuatu yang tidak berkembang. Nasionalisme bukanlah sesuatu yang kemudian membedakan hakekat seorang manusia. Persatuan dan Persaudaraan menjadi kata kunci penggerak nasionalisme.
Tahun 1928 telah lama berselang. Kemerdekaan Negara ini telah melampui usia emasnya. Tetapi jangan diartikan rasa nasionalisme akan semakin menua. Memang harus diakui tantangan yang harus dilewati semakin besar. Arus budaya asing yang semakin kuat. Gaung globalisasi yang semakin kuat terdengar. Banyak sekali yang memalingkan kita dari kepedulian terhadap bangsa ini. Apakah kita telah lupa dengan semangat mereka-mereka yang telah menuangkan harapannya pada bangsa ini? Apakah ini berarti kita menikmati masa-masa kemerdekaan?
Kaum muda yang semakin mudah terseret oleh Pop Culture, dengan alih-alih menggunakan kata "gaul". Kericuhan antar supporter klub sepakbola, dengan alih-alih fanatisme. Kerusuhan di ajang musik yang meninggalkan korban jiwa, dengan alih-alih heroisme jiwa muda. Ketika kaum muda sibuk dengan isu Global Warming dan lain sebagainya, tapi ada ketidaksadaran dalam perilaku mereka dengan hal-hal kecil yang kasat mata, seperti pengotoran lingkungan.
Kebanggaan apa yang harus kembali dibangkitkan saat ini? Heroisme apa yang harus dimunculkan saat ini? Teriakan apa yang kembali harus dimunculkan saat ini? Beragam pertanyaan muncul tanpa kita sadar ada satu ideology yang telah dibuat dengan daya upaya yang takkan lekang oleh jaman. Pancasila bukanlah hanya symbol mati. Bukannya ingin meneriakkan slogan "anti-barat" atau jargon apapun. Tetapi ketika ideology lain semakin bergerak hingga tingkat way of life dan way of thinking, mengapa kita sebagai pengemban budaya bangsa hanya mengikuti mereka yang telah sedemikian besar.
Sepintas lalu saya sempat berada dalam topic pembicaraan yang cukup menarik dengan seorang teman yang mengidentifikasikan diri sebagai seorang "skin". Dia mengangkat satu tema persaudaraan menarik disitu. Viking dan Jakmania telah menjadi ceritera klasik pertikaian antar supporter di Indonesia. Menariknya dalam kalangan mereka terdapat komunitas skin masing-masing yang tidak memperdulikan pertikaian tersebut. Lalu muncul timbul pertanyaan di benak saya? Mereka seperti itu karena satu jiwa, yaitu nasionalisme atau karena sebatas mengenal satu sama lain dalam satu komunitas yang lebih besar, yaitu "skinhead Indonesia"?
Menjadi semakin menarik ketika saya menelisik bagaimana Skinhead yang ada di luar negeri bergerak dengan National Pride mereka masing tanpa ada batasan Ideologi tertentu. Lalu apakah kemudian itu teradaptasi juga di Indonesia? Apakah Skinhead yang muncul di Indonesia saat ini berdasar atas kebanggaan atas negaranya atau hanya arus budaya yang berkembang begitu pesat hingga akhirnya sampai ke negeri ini? Pertanyaan itu terus berkembang di benak saya, saya ingin ada jawaban dari pertanyaan itu karena ingin menemukan gambaran tentang bagaimana Nasionalisme Baru itu tumbuh.